Dalam
kehidupan kita sehari - hari, kita sering dihadapkan dengan berbagai
permasalahn yang menyangkut tentang ritual dan tata cara untuk mencapai
sesuatu. Terkadang juga bahkan kita sering menjalankan sebuah ritual
dengan tanpa mengetahui bagaimana atau apa yang sedang kita lakukan.
Bahkan tujuan dari kita melakukannyapun tidak lebih hanya sebatas tujuan
sederhana yang tanpa makna. Contoh : ketika kita melakukan sebuah
ritual agama seperti sholat dan puasanya, biasanya kita hanya tahu bahwa
puasa itu diwajibkan kepada kita sebagai bukti pengabdian dan
ketundukan kita pada tuhan. Karena puasa dan diwajibkan, maka
sebagaimana sebuah tugas yang diperintahkan oleh atasan ke kita, maka
kita juga harus mendapatkan imbalan atas apa yang kita lakukan dari
siapa yang memerintahkannya. Oleh karena itulah, saat kita melakukan
sholat dan puasa tersebut, maka surgalah yang kita minta sebagai imbalan
dari tuhan atas perintah yang dia keluarkan ke kita tersebut. Meminta
imbalan surga atas ibadah yang kita lakukan sholat memang tidak salah.
Karena memang didalam dalil - dalil yang menceritakan tentang perbuatan
baik dijelaskan bahwa surga secara khusus disediakan untuk orang yang
mau beribadah dan berbuat baik. Namun yang menjadi permasalahannya
adalah, apakah sebatas surgakah imbalan yang kita minta atas ibadah yang
kita lakukan ataukah mungkin apa benarkah tidakan yang kita lakukan
ini?
Untuk membahas
masalah ini. kita harus mulai mendekati dengan cara yang sistematis
yaitu dengan memulainya bertanya tentang kebenaran atas persepsi yang
beranggapan bahwa "tuhan memerintahkan kita untuk melakukan sholat dan
puasa sebagaimana perintah seorang atasan ke bawahannya yang tidak boleh
dilanggar". Persepsi yang menganggap bahwa tuhan adalah atasan kita
memang tidak salah. Tetapi jika kita koreksi lebih lanjut, ternyata ada
sedikit pedangkalan yang terjadi saat kita beranggapan seperti ini.
Pasalnya ketika kita beranggapan bahwa tuhan adalah seorang atasan yang
perintahnya tidak boleh dilanggar, maka kita secara tidak langsung akan
beranggapan bahwa tuhan memerintahkan kita untuk menyembahnya karena
tuhan membutuhkan kita. Oleh karena itulah kita pasti mendapatkan
imbalan darinya atas ketundukan yang kita berikan kepadanya lewat sholat
dan puasa yang kita lakukan. Memang secara lisan kita selalu menolak
pernyataan bahwa kita menganggap tuhan membutuhkan sholat dan puasa
kita. Namun dalam tindakan dan apa yang ada jauh di dalam hati kita,
kita selalu berharap dan bahkan terkadang beranggapan bahwa tuhan pasti
memberikan surganya kepada kita atas apa yang kita lakukan tersebut.
Anggapan bahwa
tuhan akan memberikan apa yang kita lakukan inilah yang sebenarnya
mengkerdilkan posisi tuhan sebagai Tuhan kita yang maha segala-galanya
dan juga merendahkan posisi ibadah. Pasalnya telah kita ketahui bahwa
Tuhan yang kita sembah itu adalah zat yang tidak terbatas dan mampu
berdiri sendiri. Sehingga dia tidak sedikitpu membutuhkan apa yang kita
lakukan untuknya (berdiri sendiri / qiyamu binafsi). Oleh karena itulah
kurang begitu tepat jika kita beranggapan bahwa tuhan membutuhkan ibadah
kita sehingga ketika kita beribadah maka kita akan mendapatkan surga
sebagai balasannya. Selain itu, Surga Tuhan sendiri tidaklah diberikan
pada orang yang tidak ikhlas. Sedangkan ikhlas itu sendiri berarti tanpa
pamrih. Oleh karena itulah saat kita beribadah dan kemudianHanya orang
ikhlaslah yang akan mendapatkan surga darinya dan itupun karena kebaikan
tuhan ke kita. Sehingga dari sini jelas bahwa ketika kita mengharap
atau bahkan yakin bahwa tuhan akan memberikan surganya ke kita saat kita
telah melakukan ibadah yang Dia perintahkan, maka sebenarnya kita
secara tidak langsung telah mengekerdilkan atau bahkan bertentangan
dengan konsep keikhlasan dan qiyamu binafsi yang kita yakini sebagai
dasar tauhid kita.
Selain itu,
karena kita beranggapan bahwa ibadah kita ditujukan untuk mendapatkan
surganya, maka kemudian kita tidak sedikitpun memikirkan apa yang ada
dibalik ibadah yang diperintahkan ke kita. Kita hanya akan berusaha
untuk melakukan ibadah dengan sesempurna mungkin agar surganya tuhan
tepat jatuh dipelukan kita. Padahal sebenarnya, terdapat nilai-nilai
yang diselipkan dibalik ibadah yang diturunkan terun temurun hingga
akhirnya sampai di generasi kita tersebut. Hal inilah yang dirasa para
cendekiawan muslim dan sebagian ulama, menjadi penyebab dari kemunduran
islam. Yaitu hilangnya nilai - nilai islam yang dulu menjadi penggerak
atas kemajuan yang dicapai islam. Hilangnya nilai-nilai islam berakibat
pada pendangkalan pandangan para muslim atas apa yang mereka peluk.
Untuk itu
perlu dilakukan penghayatan kembali tentang nilai-nilai yang ada dalam
islam supaya nantinya nilai-nilai ini dapat dihayati dan diamalkan oleh
umat islam. menurut Kupperman mendefinisikan nilai adalah patokan
normatif yang memperngaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di
antara cara-cara tindakan alternatif. Oleh sebab itulah nilai
sangatlah penting bagi perkembangan suatu bangsa maupun agama. Islam
sendiri merupakan sebuah agama yang sarat akan nilai - nilai yang
berguna untuk kehidupan. Namun karena nilai - nilai tersebut telah
berkembang menjadi sebuah ritual, maka akhirnya nilai - nilai tersebut
tidak dapat dihayati oleh setiap pemeluknya. Menghidupkan kembali
nilai-nilai yang terdapat di islam tidak harus meninggalkan ritual -
ritual yang terdapat di dalamnya. Karena ritual - ritual tersebut
merupakan salah satu cara yang digunakan oleh para pendahulu untuk
menyampaikan nilai - nilai yang ada dalam ajaran islam (ali sariati).
Namun hendaknya, menghidupkan nilai tersebut harus dilakukan dengan
kembali menelaah apa yang terdapat dalam tiap ritual dalam islam dan
kemudian dilakukan sebuah proses penghayatan kembali . Sehingga nilai
tersebut dapat di amalkan dan menempel kuat dalam benak setiap muslim.
Kebutuhan akan
nilai sebagai sesuatu yang menjadi patokan normatif tindakan manusia
memang di sadari oleh setiap individu yang berakal. Namun karena semua
praktek keagamaan yang telah berubah menjadi ritual tanpa makna menjadi
sebuah permasalahan tersendiri yang harus dihadapi oleh kaum agamawan
yang ingin memunculkan kembali nilai tersebut. Oleh sebab itulah perlu
kembali dikupas dari bagian yang paling dasar guna memunculkan kembali
nilai tersebut. Dalam hal ini, perlu kita pertanyakan kembali tentang
Konsep ketuhanan yang kita anut. Karena konsep itulah yang menjadi dasar
dari perubahan nilai-nilai islam menjadi ritual.
Tuhan memang
sesuatu yang mutlak keberadaannya. Tidak ada orang didunia yang
menyangkal keberadaan dan perannya. Namun nampaknya kepercayaan itu
tidak dapat menjawab pertanyaan tentang siapa yang membutuhkan di antara
manusia dan tuhan. Apakah tuhan yang membutuhkan kita ataukah kita yang
membutuhkannya? Banyak pendekatan yang dilakukan oleh para agamawan
untuk menjawab hal ini. Sebagian dari mereka menjawab bahwa kita lah
yang membutuhkan tuhan meskipun sebenarnya dalam prilaku mereka (seperti
kasus tentang ibadah yang sebelumnya saya jelaskan) jauh berbeda dengan
pernyataan mereka. Dan sebagian yang lain beranggapan bahwa tuhan dan
kita saling membutuhkan sebagaimana seorang pedagang dan pembeli.
Jika kita
tinjau lebih jauh, sebenarnya manusia adalah makhluk yang membutuhkan
tempat bergantung ketika menghadapi sebuah kejadian diluar kemampuannya.
Oleh karena itulah mereka sangat membutuhkan Tuhan. Tuhan sebagai
sesuatu yang maha segala - galanya menjadi tempat mereka bergantung
disaat - saat seperti itu. Tetapi apakah lantas hanya ketika terjadi
suatu kejadian diluar kemampuan manusia membutuhkan tuhan? Ternyata
tidak, ketika dimasa tenangpun kita harus berpegang padanya. Meskipun
dalam prakteknya hal ini jarang terjadi. Kebutuhan kita pada tuhan saat
dikondisi tenang ini dapat kita ketahui dari sifat manusia yang mudah
jenuh saat ketika terlalu lama dalam ketenangan dan juga sebagai
kosekuensi atas kepercayaannya bahwa dia membutuhkan tuhan disaat
menghadapi masalah diluar kemampuannya. Kebutuhan manusia kepada tuhan
saat dalam kondisi diluar kemampuannya menunjukkan bahwa manusia memang
membutuhkan suatu tempat untuk bersandar dan juga menjadi bukti bahwa
manusia memang membutuhkan tuhan.
Hubungan dari "
manusia yang membutuhkan tuhan " dengan nilai adalah dalam proses
manusia menjalani hidupnya. Ketika manusia menjalani proses hidupnya,
manusia akan cendrung menginginkan sesuatu yang sempurna dan
menguntungkan bagi dirinya. Namun karena mereka percaya bahwa sebenarnya
ada kekuatan yang lebih tinggi dari dirinya maka mau tidak mau dia
harus mengatur hidupnya sesuai dengan apa yang diyakininya. Intinya
ketika manusia percaya akan keberadaan tuhan, maka diapun akan percaya
tentang sifat-sifat tuhan yang menjadi nilai dari Ketuhanannya. Karena
tuhan memiliki nilai - nilai ketuhanan yang harus di amalkan olehnya,
Maka akhirnya manusia mencoba dengan sebaik mungkin agar menjadi orang
baik yang sesuai dengan apa yang diinginkan tuhan atasnya. Nilai
- nilai ketuhanan itulah yang kemudian disusun dan dirangkai menjadi
sebuah agama. Menjadi aturan - aturan yang nantinya dapat dipercaya dan
diamalkan. Dan kemudian disampaikan secara turun temurun lewat
ritual-ritual yang kita jalani. Nilai ketuhanan inilah yang seharusnya
kita pegang dan kita jadikan sebagai dasar kita sebagai seorang muslim
dalam memperjuangkan kemajuan agama dan bangsa kita.
( Manusia membutuhkan tuhan dan kepercayaan lahir dari nilai-nilai ketuhanan)
sumber : bentogod0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar